Terkait dengan rasa
takut yang berlebihan terhadap
matematika ditemukan beberapa penyebabnya, di antaranya adalah yang mencakup
penekanan berlebihan pada penghafalan, penekanan pada kecepatan berhitung,
pengajaran otoriter,kurangnya variasi dalam proses belajar-mengajar, dan penekanan
berlebihan pada prestasi individu. Untuk mengatasi hal ini,peran guru sangat
penting, sehingga pengajaran matematika pun harus dirubah. Jika sebelumnya,
pengajaran matematika terfokus pada hitungan aritmetika saja, maka saat ini,
guru harus meningkatkan kemampuan siswa dalam bernalar dengan menggunakan
logika matematis.
Bermatematika di zaman
“dewasa” ini harus aplikatif dan sesuai dengan kebutuhan hidup modern.
Matematika bukan lagi sekadar aritmetika tetapi beragam jenis topik dan
tentunya materi yang dapat dijadikan untuk menyelesaikan pelbagai persoalan
dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu pembelajaran matematika juga harus
dapat mendukung pengembangan di bidang sains dan teknologi Mengajar matematika
bukan sekadar mengenal angka dan menghafalnya namun bagaimana anak memahami
makna matematika.
Guru harus memberi
kesempatan anak untuk bereksplorasi. Yang terpenting dalam menumbuhkan cinta
anak pada matematika adalah terbiasanya anak menemukan konsep matematika
melalui permainan dalam suasana santai di rumah dalam rangka mempersiapkan masa
depan anak. Tetapi, yang penting untuk diketahui dan dijadikan pegangan adalah
bahwa matematika itu merupakan ilmu dasar dari pengembangan sains (basic of
science) dan sangat berguna dalam kehidupan.
Dalam perdagangan
kecil-kecilan saja, orang dituntut untuk mengerti aritmetika minimal
penjumlahan dan pengurangan. Bagi pegawai/karyawan perusahaan harus mengerti
waktu/jam, Bendaharawan suatu perusahaan harus memahami seluk beluk keuangan.
Ahli agama, politikus, ekonom, wartawan, petani, ibu rumah tangga, dan semua
manusia “sebenarnya” dituntut menyenangi matematika yang kemudian berupaya
untuk belajar dan memahaminya, mengingat begitu pentingnya dan banyaknya peran
matematika dalam kehidupan manusia.
Fakta menunjukkan, tidak sedikit siswa sekolah yang masih menganggap matematika adalah pelajaran yang bikin “stress”,membuat pikiran bingung, menghabiskan waktu dan cenderung hanya mengotak-atik rumus yang tidak berguna dalam kehidupan. Akibatnya, matematika dipandang sebagai ilmu yang tidak perlu dipelajari dan dapat diabaikan. Hampir belum pernah dijumpai proses pembelajaran matematika yang dikaitkan langsung dengan kehidupan nyata. Menyikapi hal ini, menurut hemat penulis dalam rangka menyelamatkan “nyawa” matematika, maka satu hal yang segera dilakukan adalah bagaimana membuat siswa senang untuk belajar matematika?
Fakta menunjukkan, tidak sedikit siswa sekolah yang masih menganggap matematika adalah pelajaran yang bikin “stress”,membuat pikiran bingung, menghabiskan waktu dan cenderung hanya mengotak-atik rumus yang tidak berguna dalam kehidupan. Akibatnya, matematika dipandang sebagai ilmu yang tidak perlu dipelajari dan dapat diabaikan. Hampir belum pernah dijumpai proses pembelajaran matematika yang dikaitkan langsung dengan kehidupan nyata. Menyikapi hal ini, menurut hemat penulis dalam rangka menyelamatkan “nyawa” matematika, maka satu hal yang segera dilakukan adalah bagaimana membuat siswa senang untuk belajar matematika?
Peran
Guru dalam Pembelajaran Matematika.
Secara umum, tugas guru
matematika di antaranya adalah:
1.Pertama, bagaimana
materi pelajaran itu diberikan kepada siswa sesuai dengan standar kurikulum.
2.Kedua, bagaimana
proses pembelajaran berlangsung dengan melibatkan peran siswa secara penuh dan
aktif. Merupakan tantangan bagi guru untuk senantiasa berpikir dan bertindak
kreatif di tengah kegelisahan dan keterpurukan nasib guru. Namun, penulis yakin
masih banyak pendidik yang menanggapi ke”lesu”an hidup tersebut dengan sikap
optimistik dan penuh tanggung jawab terhadap tugas dan kewajiban sebagai guru.
Masalah pada tahap
pertama, yakni menyampaikan materi sesuai dengan tuntutan standar kurikulum.
Pembelajaranmatematika, yang dirumuskan oleh National Council of Teachers of
Matematics atau NCTM (2000) menggariskan, bahwa siswa harus mempelajari
matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman
dan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Untuk mewujudkan hal itu, Yaniawati
(2006) merumuskan ada lima tujuan umum pembelajaran matematika, yaitu:
1)
belajar untuk berkomunikasi
(mathematical communication)
2)
belajar untuk bernalar (mathematical
reasoning)
3)
belajar untuk memecahkan masalah
(mathematical problem solving)
4)
belajar untuk mengaitkan ide
(mathematical connections)
5)
pembentukan sikap positif terhadap
matematika (positive attitudes toward mathematics)
Semua
itu lazim disebut mathematical power (daya matematika).
Sedangkan masalah pada tahap kedua, menetapkan model
pembelajaran yang efektif. Pada dasarnya atmosfer pembelajaran merupakan hasil
sinergi dari tiga komponen pembelajaran utama, yakni siswa, kompetensi guru,
dan fasilitas pembelajaran. Ketiga komponen tersebut pada akhirnya bermuara
pada area proses dan model pembelajaran
Berorientasi
pada Siswa
Agar tujuan pembelajaran Matematika dapat tercapai
maksimal, maka harus diupayakan agar semua siswa lebih mengerti dan memahami materi
yang diajarkan daripada harus mengejar target kurikulum tanpa dibarengi
pemahaman materi. Dalam prakteknya, pembelajaran berorientasi pada siswa ini
dapat dilaksanakan dengan cara pendampingan siswa satu persatu atau per
kelompok. Penjelasan materi dan contoh pengerjaan soal diberikan secara
klasikal di depan kelas. Kemudian ketika siswa mengerjakan latihan soal guru
(beserta asistennya) keliling untuk memperhatikan siswa secara personal. Tugas
guru adalah membantu siswa agar dapat menyelesaikan tugasnya sampai benar. Hal
yang paling esensial ketika mendampingi adalah menumbuhkan keyakinan dalam diri
siswa bahwa saya (baca: siswa) bisa dan mampu mengerjakan soal. I can do it.
Guru harus berusaha menghilangkan persepsi dalam diri siswa bahwa matematika itu
sulit dan mengusahakan agar siswa memiliki pengalaman bahwa belajar matematika
itu mudah dan menyenangkan. Kiranya model pembelajaran ini dapat berjalan
efektif jika kapasitas setiap ruang berkisar 15–20 siswa. Tetapi jika
lebih, maka pembelajaran model yang demikian tetap dapat berlangsung namun
harus dibantu oleh beberapa guru atau asisten.
Usaha selanjutnya adalah mengusahakan bagaimana agar
suasana ruang kelas yang digunakan untuk belajar siswa adalahkondusif. Dengan
kata lain tata letak perabot kelas tidak harus diatur secara “formal”. Sering
kita jumpai, ada siswa yang malas belajar ketika harus duduk tenang dan serius.
Mereka lebih senang dan nyaman ketika belajar sambil tidur-tiduran diatas
karpet. Menyikapi hal ini guru sebaiknya memberi kebebasan kepada siswa untuk
belajar atau mengerjakan soal latihan di atas bangku atau di lantai. Ada juga
siswa yang dalam belajarnya harus mendengarkan musik. Memang, musik tidak
berkaitan langsung dengan matematika. Musik bukan merupakan alat peraga dalam
pembelajaran matematika. Namun musik memainkan peran dalam membantu untuk
menciptakan kenyamanan belajar di kelas. Musik hanya merupakan pengiring ketika
para siswa mengerjakan soal. Sehingga musik dapat membuat siswa lebih nyaman
ketika belajar matematika. Namun, dalam hal ini etika dan menghargai teman lain
juga perlu diperhatikan.
Selain tersebut, dijumpai juga siswa yang senang
“ngemil” atau makan-makanan yang ringan seperti permen, kerupuk atau lainnya.
Menyikapi siswa yang demikian tentunya guru juga tidak dapat melarang serta
merta kepada siswa untuk makan di dalam kelas. Pada intinya, apapun yang dapat
menjadikan siswa nyaman dan senang untuk belajar matematika sebaiknya oleh sang
guru tidak dilarang secara keras. Berikan kebebasan bergerak dan befikir kepada
siswa yang tentunya juga tetap dalam batas-batas kewajaran.
Menyelenggarakan pembelajaran matematika secara
efektif dan dapat membuat siswa bergairah untuk mengikutinya merupakan hal yang
sudah tidak dapat ditawar lagi untuk menuju bangsa yang berkemampuan unggul
dalam Sumber Daya Manusia (SDM). Dengan mempraktekkan strategi pembelajaran di
atas diharapkan “nyawa” matematika dapatterselamatkan. Dengan kata lain, siswa
tidak lagi terjangkit penyakit fobia matematika sehingga siswa menjadi senang
untuk belajar matematika.
0 Komentar