Pentingnya Guru Memiliki Kemampuan Public Speaking

 


Ditinjau dari perannya, guru yang mengajar di kelas dapat diibaratkan seperti seorang aktor yang sedang memerankan suatu adegan. Apabila aktor harus menghafal skenario dan menghayati peran yang dibebankan padanya, demikian dengan seorang guru harus dapat menguasai materi yang tertuang dalam RPP dan menyampaikan dengan baik di dalam kelas.

Peserta didik dapat diibaratkan sebagai penonton yang akan bersorak bertepuk tangan, dan tertegun bila guru dapat berhasil memerankan dengan baik dalam proses pembelajarannya. Akan tetapi, peserta didik sebaliknya berseru “huu” dan malas memperhatikan bila guru gagal dalam berperan. Jadi, di sinilah letak mengapa seorang guru harus dapat menarik perhatian peserta didik sebab dialah aktor di kelas. Meskipun kurikulum menganjurkan peserta didik yang harus aktif dan dominan, namun bukan berarti peran guru menjadi tidak penting, melainkan harus tetap menarik jika menginginkan proses pembelajarannya berhasil.

Berbicara di depan publik adalah kegiatan yang selalu menyertai seseorang yang bekerja di bidang yang berkaitan dengan pendidikan, seperti guru, instruktur, widyaiswara, penceramah, atau guide dari suatu objek wisata. Oleh karena itu, penting bagi pemilik profesi tersebut untuk memiliki kompetensi berbicara di depan publik, agar dapat mendukung kelancaraan tugasnya. Berbicara dengan satu atau dua orang merupakan hal yang mudah, namun berbicara di depan puluhan orang memerlukan kiat-kiat khusus untuk melakukannya.

Ketika kita berbicara di depan banyak orang, setiap kata dan kalimat harus tersusun secara baik dengan alur berpikir yang benar dan sistematis. Pikiran yang jernih, mood yang baik, serta kepiawaian merangkai kalimat merupakan modal utama seorang guru dapat berbicara lancar dan berhasil di depan peserta didik. Selain itu, juga diperlukan kecerdasan berpikir dan kecekatan menalar agar dapat memberikan argumen-argumen jitu yang dapat meyakinkan peserta didik. Dengan demikian, guru tidak terbata-bata dalam berbicara ketika mengajar, apalagi sampai berhenti lama di tengah-tengah proses pembelajaran. Jika hal ini sampai terjadi, akan menghilangkan kepercayaan peserta didik pada guru.

Pada kenyataannya, sebagian besar guru kurang dibekali ilmu tentang bagaimana berbicara yang baik dan menarik. seni bicara menekankan pada kemampuan berpidato yang bertujuan utama agar khalayak bisa tertarik perhatiannya dan terbujuk. Oleh karena itu, jika kita ingin menjadi guru yang handal, sukses, dan disukai oleh peserta didik, maka harus menguasai cara berkomunikasi yang baik sebab peserta didik tertarik dan terbujuk untuk mengikuti pembelajaran kita. Ada beberapa orang yang mengartikan retorika sebagai public speaking atau pidato di depan umum.

Untuk menjadi guru yang pandai berbicara serta menarik perhatian untuk didengarkan peserta didik, syarat utama yang harus dimiliki adalah menciptakan citra diri yang positif pada diri kita. Ada enam karakteristik citra diri positif yang harus dikembangkan sebagai berikut:

1. Memiliki Rasa Percaya Diri yang Kuat

Rasa percaya diri penting dimiliki agar ketika berhadapan dengan Peserta didik, guru dapat tampil prima dan baik. Ketika mengajar, seorang guru harus percaya diri pada kemampuan dan persiapan yang telah dilakukan sebelumnya. Kita dapat mengatakan dalam diri kita sendiri “Aku lebih tau dan lebih dahulu tahu daripada peserta didik yang ada di hadapanku dan “Aku pasti dapat menjelaskan jika ditanya karena aku sudah belajar, Dengan cara demikian, percaya diri seorang guru akan terbentuk dan tidak akan "demam panggung”. Meskipun demikian, over percaya diri tidak boleh ada dalam seorang guru karena berakibat ria dan sombong dan selalu “under estimate" pada peserta didik. Hal ini berbahaya sebab tidak selamanya Seorang guru “tahu segalanya”.

2. Berorientasi pada Ambisi dan Sasaran

Ada pendapat yang mengatakan bahwa orang yang berambisi itu berbahaya Sebenarnya, tidak demikian, tetapi tergantung dari ambisi yang diciptakan dalam pikiran dan hati kita. Orang tanpa ambisi tidak akan pernah maju karena selalu menyerah pada keadaan. Jadi, adanya ambisi dapat memotivasi seseorang untuk maju dan meraih sasaran yang akan dituju (cita-cita). Dengan, kata lain, jangan pernah menjadi golongan “minimalis” yang hanya dapat berkata “bisaku ya hanya ini", namun jangan pula jadi kelompok “idealis" yang semuanya serba perfect. Sebaik-baiknya orang adalah yang di tengah-tengah, maju sesuai dengan kemampuan disertai ikhtiar/usaha, semangat untuk mencapai, dan diiringi doa. Jadi, ketika berbicara di depan peserta didik, guru harus memiliki ambisi untuk dapat “menghipnotis” peserta di agar terbawa dengan alur pikir dan ide kita, sehingga mereka bersemangat untuk mendengarkan dan menyimak.

3. Terorganisasikan dengan Baik dan Efisien

Semua aktivitas akan berhasil baik jika semuanya direncanakan dengan baik. Ketika kita akan berbicara di depan peserta didik perlu diorganisasi secara teratur dan baik, mulai dari persiapan segala sesuatu yang berkaitan dengan materi pelajaran yang akan disampaikan hingga pada hal-hal yang menunjang efektivitas pembelajaran yang dilaksanakan. Persiapan yang matang menyebabkan hati dan pikiran seorang guru tenang dan itu akan membawa ketenangan pula dalam berbicara.

4. Bersikap “Mampu”

Sekali kita melangkah menjadi seorang guru atau instruktur yang harus berbicara di depan peserta didik maka pantang untuk mundur lagi. Tantangan apa pun harus kita jalani, coba, dengan usaha keras, agar kita dapat mengatakan dalam diri kita sendiri bahwa kita memang “mampu”. Sikap “mampu” yang tertanam dalam diri sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan seseorang berbicara di depan umum. “Demam panggung”, rendah diri, dan rasa takut akan tertepis dengan sendirinya ketika kita merasa mampu mengatasi segalanya dalam suatu momen retorika.

5. Memiliki Kepribadian yang Menyenangkan

Seorang guru harus menyadari bahwa ketika mengajar di kelas, kepribadian yang menyenangkan sangat memegang peran utama bagi kelancaran pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan. Seorang guru tidak boleh memiliki sifat pemalu, suka menyendiri, penakut, dan tidak mempunyai selera humor. Pengalaman menunjukkan bahwa seorang guru yang jenius akan kalah sukses dalam mengajar dibanding guru biasa tetapi mampu memberi selingan “humor ringan” dalam mengajarnya. Dengan kata lain, guru yang sukses adalah guru yang memiliki jiwa entertain (menghibur), tidak sekadar transfer Of knowledge semata, tetapi harus mampu transfer of value dan transfer of skills ketika mengajar.

6. Mampu Mengendalikan Diri

Sering kali kita melihat seorang guru secara emosional menanggapi pertanyaan peserta didiknya karena dianggap menguji atau menjatuhkannya. Namun, sikap emosional seperti itu sebenarnya tidak perlu bahkan harus dibuang jauh-jauh. Sikap tersebut akan membawa citra negatif bagi diri guru. Sebagai guru kita memang wajib untuk mendengarkan dan menanggapi secara baik pertanyaan dari peserta didik, apapun isi pertanyaannya. ketika ada pertanyaan yang tidak dapat dijawab, lebih baik mengatakan secara jujur bahwa belum tau jawabannya secara pasti, bukannya mengalihkan pertanyaan dengan jawaban yang berbelit-belit dan tidak jelas arahnya, menjadi penyampai ilmu (transfer knowledge) yang baik dan sukses mungkin menjadi dambaan banyak orang. Oleh karena itu, mulai saat ini kita sebagai guru penyampai materi pelajaran perlu meningkatkan kemampuan berbicara (Public speaking) agar profesionalisme sebagai seorang guru benar-benar terwujud.


Posting Komentar

0 Komentar